Dalam menjalin kerjasama strategis, Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) bersama Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) menggagas diskusi mengenai peran penting Lembaga Pengawas Koperasi (LPK) dalam membangun ekosistem simpan pinjam koperasi yang sehat dan kuat di Indonesia. Dalam keterangan resminya, DR Rembrandt,S.H., M.Pd. dari Fakultas Hukum Unand mengakui urgensi kehadiran LPK dalam meningkatkan efektivitas pengawasan usaha simpan pinjam koperasi di tanah air.
Menurut Rembrandt, LPK tidak hanya akan konsolidasi pengawasan, tetapi juga memperkuat sistem investasi dengan menciptakan kepercayaan bagi para investor. Pendapat serupa juga disuarakan oleh Wetria Fauzi, Dosen FH Unand, yang menekankan perlunya LPK dimasukkan dalam RUU Perkoperasian. Wetria mengusulkan penghapusan kewenangan sektoral di pemerintah daerah terkait perkoperasian, untuk memberikan ruang independen kepada LPK dalam membuat regulasi dan kebijakan yang sesuai dengan perkembangan perkoperasian Indonesia.
Dalam konteks kewenangan, DR Agung Nur Fajar, anggota Tim Perumus Naskah RUU Perkoperasian, menguraikan enam kewenangan yang dimiliki LPK. Mulai dari memberikan perizinan dan mencabut perizinan koperasi hingga memberikan perlindungan kepada anggota koperasi dan masyarakat. Namun, Agung menyoroti bahwa keberhasilan LPK tidak dapat dicapai secara efektif tanpa dukungan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Koperasi.
Sejak pembatalan UU Nomor 17/2012 tentang Perkoperasian oleh Mahkamah Konstitusi (MK), pengawasan koperasi dilakukan melalui UU 25/1992 yang tidak memiliki unsur pengawasan. Agung menyatakan bahwa LPK harus dibarengi dengan kehadiran LPS Koperasi untuk menjamin keberlanjutan dana anggota koperasi. Arfian Muslim, anggota Tim Perumus RUU Perkoperasian, menyoroti urgensi lembaga perizinan, pengaturan, dan pengawasan terhadap usaha simpan pinjam koperasi. Menurutnya, LPK tidak hanya melindungi anggota tetapi juga memberikan early warning system terhadap potensi masalah dalam usaha simpan pinjam koperasi.
Dalam keseluruhan, pembentukan LPK dinilai sebagai langkah krusial untuk membangun ekosistem simpan pinjam koperasi yang berkelanjutan dan dapat bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. Dengan demikian, langkah-langkah konkret perlu diambil, termasuk penyelarasan dengan RUU Perkoperasian, penghapusan kewenangan sektoral di pemerintah daerah, dan kolaborasi efektif antara LPK dan LPS Koperasi.