Pernyataan calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, yang mengklaim keberhasilan food estate di Gunung Mas mendapat tanggapan tajam dari Deni Friawan, seorang peneliti di Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS). Menurut Deni, klaim tersebut tidak sesuai dengan fakta lapangan, dan food estate di Gunung Mas sebenarnya tidak berhasil.
Deni Friawan menyoroti kelemahan perencanaan dalam program food estate tersebut. Menurutnya, proyek dilaksanakan tanpa perencanaan yang matang, tanpa mempertimbangkan kesesuaian lahan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Awalnya, tanaman singkong dipilih, tetapi setelah kegagalan di lahan yang tidak cocok, pemerintah beralih ke tanaman jagung dengan menggunakan planter bag.
Proyek food estate yang melibatkan Kementerian Pertahanan di bawah Prabowo Subianto di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menjadi salah satu contoh kegagalan. Sebanyak 600 hektar hutan dibabat untuk menanam singkong, namun tanah di sana ternyata tidak mendukung pertumbuhan tanaman tersebut.
Gagalnya proyek tersebut menyebabkan dampak negatif, seperti kerusakan hutan dan banjir di desa sekitar food estate. Meskipun pemerintah mencoba mengganti tanaman singkong dengan jagung, penanaman jagung dalam planter bag dinilai sebagai solusi mahal dan tidak efisien oleh Deni.
Menurut Deni, perluasan lahan pertanian memang penting mengingat keterbatasan tanah di Pulau Jawa. Namun, dia menekankan bahwa perluasan tersebut harus diiringi dengan perencanaan yang matang dan tidak merusak lingkungan. Food estate, menurutnya, bukanlah solusi mutlak, dan membuka lahan secara serampangan tidaklah bijaksana.
Dalam perdebatan terkait food estate menjadi topik menarik dalam debat calon wakil presiden. Gibran Rakabuming Raka, mendampingi Prabowo Subianto, mengklaim keberhasilan proyek di Gunung Mas, sementara peneliti CSIS menunjukkan kegagalan dan lemahnya perencanaan dalam implementasinya.