Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengungkapkan keprihatinannya terkait potensi gangguan kondusivitas Pemilu 2024 yang mungkin timbul akibat ketidaknetralan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Netralitas Presiden menjadi sorotan seiring dugaan dukungannya terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Menurut Khoirunnisa, pernyataan Presiden yang menekankan netralitas dalam pemilu dapat memicu pertanyaan dari masyarakat jika terdapat sikap yang bertentangan dengan prinsip tersebut. Khususnya, dalam konteks di mana anak Presiden juga turut serta sebagai peserta pemilu.
Khoirunnisa menyoroti kurangnya tindakan tegas dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh calon presiden dan calon wakil presiden. Sebagai contoh, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.
Dalam debat pertama, Gibran terlihat melakukan reaksi berlebihan dengan memprovokasi pendukung ketika membahas pelanggaran etika dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Pada debat keempat, aksi kontroversial Gibran saat keluar dari podium ketika menyampaikan visi dan misi juga menjadi sorotan.
Khoirunnisa menegaskan bahwa setiap pasangan calon seharusnya memiliki Liaison Officer (naradamping) yang bertanggung jawab dalam persiapan debat. Aturan-aturan debat yang telah disepakati dengan LO peserta pemilu seharusnya diindahkan, dan KPU memiliki kewajiban memberikan sanksi jika aturan tersebut dilanggar.
Ketidaknetralan Presiden dan kurangnya penindakan terhadap pelanggaran pemilu dapat merusak kepercayaan masyarakat pada proses demokratis. Perludem mengingatkan agar KPU dan Bawaslu bersikap tegas untuk menjaga integritas dan kredibilitas Pemilu 2024.