Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia (RI) menganggap ucapan kontroversial yang dilontarkan oleh calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto, dapat dianggap sebagai pelanggaran pidana dalam konteks pemilu. Bawaslu merujuk pada Pasal 280 (ayat) 1 huruf c Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), yang melarang peserta pemilu menghina orang lain atau peserta pemilu lain. Pelanggaran ini berpotensi mendapatkan pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda maksimum Rp 24 juta.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menegaskan bahwa menghina peserta pemilu dapat dijerat sesuai dengan Pasal 280 UU Pemilu. Meskipun belum menerima laporan resmi dari panitia pengawas pemilu (panwaslu) terkait insiden tersebut, Bawaslu berkomitmen untuk memeriksa kasus ini jika ada laporan yang masuk. Bagja menyatakan bahwa pendapat ahli bahasa akan menjadi pertimbangan penting dalam menilai ucapan hinaan yang dilontarkan oleh Prabowo.
Meskipun tidak berspekulasi mengenai kesalahan Prabowo dalam kasus ini, Bagja menekankan perlunya pemeriksaan lebih lanjut untuk memahami konteks, sasaran, dan potensi pelanggaran. Dia menekankan bahwa sanksi harus tegas dan ditujukan kepada pihak yang bersangkutan. Bagja juga mencatat bahwa panwas lapangan belum melaporkan temuan dugaan pelanggaran kepada Bawaslu.
Prabowo, dalam acara Konsolidasi Relawan Prabowo-Gibran di Provinsi Riau, mengungkit pernyataan kontroversial calon presiden lain yang menyinggung kepemilikan tanahnya. Meskipun tidak menyebut nama, Prabowo mempertanyakan kepintaran calon presiden tersebut dengan kata-kata bernada umpatan.
Dalam debat capres ketiga yang digelar oleh KPU, calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, menyampaikan keprihatinan tentang kondisi anggota TNI yang tidak memiliki rumah dinas, sementara Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, memiliki luas tanah yang besar. Anies menilai kondisi tersebut ironis, menggambarkan ketidakwujudan kesejahteraan anggota TNI untuk mendukung sistem pertahanan dan keamanan negara.