Peristiwa mengejutkan terjadi di Boyolali, Jawa Tengah, di mana anggota TNI diduga menganiaya relawan yang terlibat dalam kampanye Ganjar-Mahfud. Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo, mengklaim bahwa insiden itu terjadi secara spontan karena adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Apakah ini benar-benar kesalahpahaman ataukah ada lebih banyak yang terjadi di balik layar?
Wiweko memberikan keterangan dalam konferensi pers yang diselenggarakan berdasarkan rekaman dari Kapendam Diponegoro pada Minggu (31/12). Menurutnya, peristiwa itu terjadi pada pukul 11.15 WIB di depan Asrama Kompi Senapan Yonif Raider 408/Suhbrastha. Sebelum kejadian, prajurit TNI sedang bermain bola voli di tempat tersebut.
Suara bising dari knalpot brong sepeda motor yang terus-menerus melintas menjadi pemicu. Menurut Wiweko, beberapa anggota TNI spontan keluar dari asrama untuk mencari sumber suara tersebut dan mengingatkan pengendara untuk membubarkan diri. Sayangnya, kesalahpahaman berubah menjadi penganiayaan terhadap pengguna knalpot brong.
Penganiayaan tersebut menyebabkan beberapa korban harus dilarikan ke RS Pandanaran Boyolali untuk mendapatkan pertolongan. Wiweko menegaskan bahwa persoalan ini sedang ditangani oleh polisi militer sesuai prosedur hukum yang berlaku. Meskipun mengakui peristiwa tersebut, Wiweko menyatakan komitmen pimpinan TNI AD untuk menegakkan aturan hukum dan menjamin bahwa langkah profesional akan diambil terhadap anggota yang terlibat.
“Kami menyesalkan dan menyayangkan tindakan oknum anggota kita kepada masyarakat. Komitmen pimpinan TNI AD untuk menegakkan aturan hukum berlaku. Maka siapapun oknum anggota yang bersalah pada kasus ini akan diambil langkah secara profesional sesuai prosedur hukum,” ungkapnya.
Dari data yang dihimpun oleh DPC PDIP Boyolali, dua relawan yang menjadi korban adalah Arif Diva Ramandani, seorang mahasiswa, dan Slamet Andono, seorang pekerja swasta.