12 Kesenian Khas Palembang dan Sumatera Selatan

Palembang (Sumatera Selatan), memancangkan akarnya dalam sejarah sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Palembang Darussalam. Wilayah ini juga menjadi tempat kedatangan berbagai pendatang dari berbagai daerah, menghasilkan Palembang sebagai kota yang kaya dengan keberagaman budaya. Dulu Palembang menjadi pusat penyebaran agama Buddha pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, kemudian kehilangan peran sebagai pelabuhan utama, penduduknya kemudian mengadopsi budaya Melayu Pesisir dan kemudian kultur Jawa.

Hingga kini, pengaruh bahasa dan budaya Jawa masih sangat terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Palembang, Sumatera Selatan. Contoh kata-kata seperti “wong” (orang), “banyu” (air), “abang” (merah), “lawang” (pintu), “gedang” (pisang) adalah bukti nyata dari pengaruh ini. Bahkan, gelar kebangsawanan dalam masyarakat Palembang cenderung bernuansa Jawa, seperti Raden Mas dan Raden Ayu. Begitu juga dengan makam peninggalan masa Islam, yang tidak berbeda bentuk dan coraknya dengan makam-makam Islam di Jawa.

Beberapa seni khas Palembang dan beberapa kabupaten/kota di Sumatera Selatan mencerminkan kekayaan budaya yang diwariskan dari berbagai lapisan masyarakat.

Berikut ini 12 Kesenian Khas Palembang dan Sumatera Selatan:

Dul Muluk

Kesenian Dul Muluk, sebuah pertunjukan teater tradisional yang khas Palembang, merupakan bagian dari warisan budaya Sumatera Selatan. Awalnya, kesenian ini berasal dari seorang pedagang keturunan Arab bernama Syech Ahmad Bakar, yang lebih dikenal sebagai Wan Bakar. Wan Bakar datang ke Palembang pada abad ke-20 dan menetap di daerah Tangga Takat, 16 Ulu Palembang. Dul Muluk mengisahkan kisah Abdul Muluk Jauhari, seorang anak sultan.

Pada periode tahun 1911 hingga 1930, Dul Muluk, yang pada awalnya berbentuk cerita tutur monolog yang diperankan oleh Wan Bakar sendiri, berkembang dengan penggunaan dialog dan diperankan oleh beberapa orang. Wan Bakar awalnya dibantu oleh murid-muridnya, Pasirah Nurhasan dan Kamaludin. Setelah tahun 1930, Dul Muluk mulai mengalami pengaruh dari seniman-seniman dan bangsawan Jawa. Masa kejayaan Dul Muluk mencapai puncaknya pada tahun 1960-1970an.

Dul Muluk memiliki kemiripan dengan Kesoprak dan Ludruk, seni tradisional dari Jawa yang umumnya dipentaskan sepanjang malam hingga dini hari, setelah selesainya acara atau hajatan. Pertunjukan Dul Muluk dimulai dan diakhiri dengan nyanyian dan tarian yang disebut “Beremas,” diiringi oleh beberapa instrumen musik seperti rebana, gong, biola, gendang, dan jidur.

Seni Ukir Kayu

Palembang, sebagai kota dengan warisan budaya yang kaya, menampilkan kecakapan dalam seni ukir kayu yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Seni ini terwujud dalam berbagai bentuk, mulai dari mebel hingga patung-patung tradisional, serta hiasan dinding yang memikat. Keindahan dan keunikannya tak hanya terletak pada hasil praktisnya, tetapi juga sebagai perwujudan ekspresi seni yang menggambarkan kekayaan budaya lokal.

Seni ukir kayu di Palembang bukan hanya sekadar keahlian teknis, melainkan juga manifestasi dari kearifan lokal yang terus dijaga. Setiap ukiran kayu memancarkan cerita dan nilai-nilai tradisional, menciptakan warisan seni yang bernilai tinggi.

Dengan demikian, seni ukir kayu bukan hanya sebuah keterampilan, tetapi juga jendela ke dalam sejarah dan identitas Palembang. Karya-karya ukiran kayu ini bukan sekadar barang, melainkan perwujudan kecintaan terhadap seni dan warisan kultural yang terus berkembang, memberikan inspirasi dan kekaguman bagi generasi sekarang dan yang akan datang.

Baca juga:  Sentral Kampung Pempek Palembang, Pencinta Kuliner Wajib Kesini

Tari Tanggai

Tari Tanggai, meskipun memiliki kemiripan dengan Tari Gending Sriwijaya, memiliki ciri khasnya sendiri dengan jumlah penari yang umumnya berkisar antara tiga hingga lima orang. Pertunjukan ini diselenggarakan khususnya untuk menyambut tamu-tamu kehormatan dan meramaikan acara pernikahan. Penari Tari Tanggai mengenakan busana tradisional seperti kain songket, dodot, pend kalung, sanggul malang, kembang urat atau rampai, tajuk cempako, kembang goyang, dan tanggal berbentuk kuku dari lempengan tembaga.

Keanggunan gerak penari dan kelentikan jemari mereka menjadi simbol kedatangan tamu yang disambut dengan tulus dan ramah oleh tuan rumah. Selain itu, harmoni antara gerakan yang anggun dengan musik mencerminkan kehidupan yang harmonis di masyarakat Palembang. Pada zaman dahulu, Tari Tanggai memiliki makna sakral sebagai persembahan kepada Dewa Siwa, diiringi dengan membawa sesaji berupa buah-buahan dan beraneka ragam bunga. Ini mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualitas yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Palembang.

Tari Gending Sriwijaya

tari gending Sriwijaya Sumatera Selatan
tari gending Sriwijaya Sumatera Selatan

Tari Gending Sriwijaya merupakan sebuah pertunjukan seni tradisional yang menjadi bagian dari budaya masyarakat Kota Palembang. Pertunjukan ini diadakan sebagai bentuk penyambutan untuk tamu-tamu kehormatan. Gending Sriwijaya, baik lagu maupun tarian, menjadi pengiring utama dalam pertunjukan ini, mencerminkan keluhuran budaya, kejayaan, dan keagungan Kerajaan Sriwijaya.

Tarian ini melibatkan sembilan penari muda dan cantik yang mengenakan busana adat seperti Aesan Gede, Selendang Mantri, Paksangkong, Dodot, dan Tanggai. Penari inti dibantu oleh dua penari lain yang membawa payung dan tombak, sementara di bagian paling belakang ada seorang penyanyi yang bertugas melantunkan lagu Gending Sriwijaya.

Pertunjukan Tari Gending Sriwijaya tidak hanya sebagai sarana hiburan, melainkan juga sebagai upaya untuk menjaga dan memperkenalkan warisan budaya serta sejarah keagungan Kerajaan Sriwijaya kepada masyarakat. Keseluruhan pertunjukan ini menggambarkan dengan megah kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh Kota Palembang.

Lagu Daerah Sumatera Selatan

Khasanah musik Sumatera Selatan begitu beragam dan kaya, terutama dalam bentuk lagu daerah yang mencerminkan keberagaman budaya dan tradisi di wilayah tersebut.

Beberapa contoh lagu daerah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Sumatera Selatan antara lain:

  • Melati Karangan
  • Dek Sangke
  • Cuk Makllang
  • Dirut Jangan Menangis
  • Ribang Kemambang Batanghari Sembilan
  • Kemahau Petang
  • Kebile-bile
  • Pempek Lenjer
  • Ribulah Ribu.

Lagu-lagu ini bukan hanya merupakan ekspresi seni melalui medium musik, tetapi juga mengandung makna historis, kehidupan sehari-hari, dan nilai-nilai budaya masyarakat Sumatera Selatan. Setiap lagu menciptakan atmosfer unik yang memperkaya pengalaman pendengar dengan melibatkan unsur-unsur seperti melodi, lirik, dan ritme yang mencerminkan kekayaan kehidupan di wilayah ini.

Dengan menjaga dan melestarikan lagu-lagu daerah ini, masyarakat Sumatera Selatan tidak hanya merawat warisan budaya mereka sendiri tetapi juga memperkenalkannya kepada generasi muda. Lagu daerah menjadi sarana untuk menyampaikan nilai-nilai tradisional dan membangun rasa kebanggaan terhadap identitas budaya yang unik di Sumatera Selatan.

Rumah Rakit

Rumah Rakit seringkali ditemui di sepanjang Sungai Musi, terutama sebagai tempat tinggal bagi orang Tionghoa yang bermukim di Palembang. Pada masa itu, ada peraturan yang melarang orang asing untuk menetap di daratan, dan orang Tionghoa, yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang, menggunakan Rumah Rakit sebagai solusi. Rumah-rumah ini berfungsi ganda sebagai tempat berdagang, gudang, dan akomodasi.

Baca juga:  Jembatan Ampera Palembang: Sejarah, Data dan Perkembangan Masa ke Masa

Rumah Rakit mengapung di atas rangkaian balok kayu atau bambu, dengan lantai terbuat dari papan. Bentuk atapnya menyerupai pelana, dengan penutup dari daun nipah atau alang-alang (ijuk) yang diikat menggunakan tali rotan. Struktur atap pelana yang melengkung, terutama di bagian ujung, diperkuat oleh sistem konstruksi Cina berbentuk segi empat.

Rumah Rakit, dengan arsitektur uniknya, menjadi gambaran hidup sehari-hari masyarakat Tionghoa di Palembang pada masa lalu. Meskipun tidak lagi begitu umum, warisan Rumah Rakit tetap menyiratkan kekayaan sejarah dan keberagaman arsitektur tradisional di Indonesia.

Rumah Limas

rumah-limas-palembang-suamtera-selatan
Rumah limas palembang-sumatera selatan

Rumah Adat Limas, sebuah peninggalan budaya yang memukau, mewakili kekayaan arsitektur tradisional Indonesia. Berlokasi di berbagai daerah, rumah adat ini menjadi simbol keindahan dan keunikan warisan nenek moyang. Dikenal dengan atap bertumpuk dan bentuk yang melingkar, Limas menggambarkan keselarasan antara fungsi dan estetika.

Dibangun dengan material lokal seperti kayu dan bambu, rumah adat Limas mencerminkan kebijakan ramah lingkungan yang terkandung dalam budaya lokal. Selain sebagai tempat tinggal, rumah ini sering kali menjadi pusat kegiatan masyarakat, merangkul kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari.

Tak hanya sekadar bangunan fisik, Rumah Adat Limas juga menciptakan panggung bagi berbagai upacara adat dan kegiatan budaya. Sebagai tempat peribadatan, pernikahan, atau pertemuan komunitas, rumah ini membawa makna mendalam dalam kehidupan sosial dan keagamaan.

Dengan aneka ornamen dan ukiran yang khas, setiap Rumah Adat Limas menceritakan kisah sejarah dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam keberagaman rumah adat di Indonesia, Limas tetap menonjol dengan daya tariknya yang memikat dan memberikan inspirasi akan kecintaan terhadap warisan budaya Indonesia.

Kain Songket

songket palembang
songket palembang

Kain Songket, sebagai warisan Kerajaan Sriwijaya, merupakan karya tenun yang menggabungkan seni menyungkit benang emas dan perak di atas benang lungsin dengan warna-warna cerah. Warna emas dan merah sering digunakan, mencerminkan kemewahan Kerajaan Sriwijaya dan jejak pengaruh Cina pada masa lalu. Saat ini, variasi warna songket semakin beragam, termasuk hijau, biru, ungu, hitam, cokelat, dan lainnya. Kain songket umumnya dipakai sebagai pakaian adat dalam konteks kerajaan.

Bahan yang digunakan untuk menciptakan efek warna emas ini adalah benang emas yang diimpor langsung dari Cina, Jepang, dan Thailand. Keberadaan benang emas inilah yang menjadi penyebab tingginya harga kain songket dan menjadikannya sebagai salah satu tekstil terbaik di dunia. Dengan kekayaan warna dan keindahan rinciannya, Kain Songket bukan hanya pakaian adat, tetapi juga merupakan simbol kemewahan dan keindahan karya seni tradisional Indonesia.

Ada beberapa jenis kain songket yang menarik untuk dijelajahi:

  1. Songket Lepus: Kain ini hampir sepenuhnya tertutupi oleh benang emas, memberikan kesan kemewahan yang mencolok.
  2. Songket Tawur: Dengan motif yang tidak merata menutupi seluruh kain, songket ini membentuk kelompok-kelompok motif yang tersebar.
  3. Songket Tretes Mender: Tipe songket ini memiliki motif hanya pada kedua ujung pangkal dan di pinggir-pinggir kain, tanpa gambar motif pada bagian tengah atau polosan.
  4. Songket Bungo Pacik: Sebagian besar motif pada kain terbuat dari benang emas, yang di beberapa bagian digantikan oleh benang kapas putih, memberikan efek selingan yang menarik.
  5. Songket Kombinasi: Kategori ini mencakup variasi gabungan dari jenis-jenis songket sebelumnya. Contohnya, Songket Bungo Cina adalah gabungan Songket Tawur dan Songket Bungo Pacik, sementara Songket Bungo Intan menggabungkan Songket Tretes Mender dengan Songket Bungo Pacik.
  6. Songket Limar: Jenis ini tidak melibatkan benang tambahan seperti songket lainnya. Motif kembang kembangnya berasal dari benang pakan atau benang lungsin yang dicelup pada bagian-bagian tertentu sebelum ditenun. Songket Limar dapat dikombinasikan dengan motif kembang yang terbuat dari benang emas, dikenal sebagai songket limar tawur, dan hadir dalam berbagai varian seperti jando berhias, ando pengantin, dan kembang pacar.
Baca juga:  Perumda Tirta Musi Palembang: Menyediakan Air Bersih yang Profesional dan Berkelanjutan

Baca Terkait: Songket Palembang: Menyelusuri Jejak Kebesaran Warisan Tenun Nusantara

Batik Palembang

Batik Palembang mencirikan kekayaan budaya dengan menggunakan bahan-bahan seperti sutra, organdi jumputan, katun, dan blongsong. Dalam perbedaannya dengan batik Jawa, Batik Palembang menampilkan nuansa ceria melalui penggunaan warna-warna terang, sambil tetap mempertahankan motif-motif tradisional khas daerah setempat. Beberapa motif yang menjadi ciri khas Batik Palembang antara lain kembang jepri, lasem, sisik ikan, gribik, encim, kembang, bakung, kerak mutung, sembagi, dan salahi.

Dua jenis Batik Palembang yang terkenal adalah Batik Jepri dan Batik Lasem. Keunikan Batik Palembang terletak pada kombinasi warna yang cerah dan penuh kehidupan, memberikan kesan yang berbeda dari batik tradisional lainnya. Kain Batik Palembang bukan hanya sekadar busana, tetapi juga merupakan warisan budaya yang mencerminkan keindahan dan keceriaan masyarakat setempat.

Festivel Sriwijaya

Setiap tahun, Kota Palembang secara berkala menyelenggarakan Festival Sriwijaya pada bulan Juni untuk memperingati Hari Jadi Kota Palembang. Selain itu, terdapat pula acara Festival Bidar dan Perahu Hias yang diadakan sebagai bagian dari perayaan Hari Kemerdekaan.

Kota ini juga merayakan sejumlah festival lain yang mencakup peristiwa-peristiwa penting, seperti Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan, dan Tahun Baru Masehi. Dengan menghadirkan berbagai acara, Festival Budaya Sriwijaya dan rangkaian festival lainnya menjadi sarana yang efektif untuk memperkokoh identitas budaya lokal serta mengenang momen-momen bersejarah dalam kalender kota. Keberadaan festival-festival ini tidak hanya menghias kota dengan keragaman budaya, tetapi juga memupuk rasa persatuan dan kebersamaan di tengah masyarakat Palembang.

Wayang Palembang

Wayang Palembang merupakan warisan seni pertunjukan yang memiliki akar dari kesenian Jawa pada abad ke-17, yang diperkenalkan oleh seseorang yang pindah ke Palembang. Meskipun ceritanya mirip dengan wayang Jawa, wayang Palembang memiliki ciri khasnya sendiri dengan menggunakan Bahasa Bari Palembang dan tanpa kehadiran sinden seperti dalam wayang Jawa. Tokoh-tokoh dalam pertunjukan wayang Palembang mencakup anak Arjuna, seperti Bambang Tosena, sementara tokoh Bagong tidak ada dalam repertoar ini. Wayang Palembang diiringi oleh musik gamelan pelog dengan caturan/gendhing.

Beberapa dalang yang cukup terkenal dalam tradisi wayang Palembang antara lain Dalang Lot, Dalang Jan, Dalang Abas, Dalang Abdul Rahim, Dalang Agus, dan Dalang Ali. Dahulu, wayang Palembang sering dipentaskan sebagai bentuk hiburan atau dalam konteks ruwatan. Masa keemasan wayang Palembang terjadi antara tahun 1930 hingga 1978. Saat ini, seni pertunjukan wayang Palembang masih tetap aktif dengan pementasan oleh Wirawan, yang mewarisi bakat mendalang dari kakeknya, Muhammad Rasyd, dan ayahnya, Rusy Rasyd.

Rekomendasi untuk Anda

Advertisement

Terkait

Terbaru