Burgo, makanan khas Palembang, telah melalui perjalanan panjang dalam sejarah kuliner Indonesia. Awalnya, makanan ini diperkenalkan oleh pedagang dari Tiongkok pada zaman Kerajaan Sriwijaya. Dalam bahasa Tionghoa, “ba-li-go” memiliki arti delapan lapisan gulungan, merujuk pada struktur unik adonan tepung beras yang menjadi ciri khas burgo.
Dahulu, burgo dibuat dengan cara sederhana, dimasak di atas wajan hingga matang, kemudian digulung dan disajikan dengan kuah santan. Namun, seiring perkembangan zaman, metode produksi berubah menjadi lebih modern. Kini, adonan tepung beras dikukus dalam loyang, menciptakan burgo yang lebih mudah diproduksi dan higienis.
Burgo Sebagai Bagian dari Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Pada tahun 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan burgo sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Pengakuan ini menyoroti nilai historis dan budaya yang terkandung dalam burgo, mengukuhkannya sebagai simbol kekayaan kuliner Palembang yang perlu dilestarikan.
Eksplorasi Variasi Burgo yang Menggugah Selera
Selain versi klasik dengan kuah santan, burgo juga tampil dalam variasi dengan kuah kari, kuah gulai, atau kuah asam pedas. Topping seperti telur, ayam, atau sayuran menambahkan variasi pada hidangan ini.
Mengenal Harga Terjangkau dan Popularitas Burgo
Harga burgo yang terjangkau, berkisar antara Rp5.000 hingga Rp15.000 per porsi, membuatnya menjadi pilihan favorit sebagai menu sarapan atau camilan di Palembang. Kelezatan yang disertai dengan nilai budaya membuat burgo sering dihadirkan sebagai hidangan pembuka dalam acara formal.
Burgo, Lezatnya Kenangan dan Kekayaan Palembang
Dengan segala sejarah dan variasinya, burgo bukan sekadar makanan; ini adalah warisan budaya yang membanggakan. Dengan pengakuan sebagai Warisan Budaya Tak Benda, burgo terus hidup sebagai kuliner yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga memelihara kekayaan kultural Palembang. Selain Burgo, beberapa makanan khas Palembang yang patut dicoba antara lain Lakso, Laksan, dan Celipungan.