Jembatan Ampera, sebuah ikon kota Palembang, Indonesia, dibangun pada tahun 1962 dan diresmikan pada 30 September 1965. Pembangunan jembatan ini bertujuan untuk mengatasi masalah transportasi di kota yang terpisah oleh Sungai Musi. Desain Jembatan Ampera menyerupai rumah panggung dan atap rumah adat Palembang, dengan empat ekor ikan patin sebagai simbol empat komunitas besar di kota ini. Seiring waktu, jembatan ini menjadi landmark penting dan simbol identitas Palembang, tidak hanya sebagai sarana transportasi, tetapi juga sebagai objek wisata dan ikon budaya.
Selama bertahun-tahun, Jembatan Ampera mengalami perbaikan dan renovasi demi keamanan dan fungsionalitasnya. Beberapa perubahan mungkin dilakukan untuk memastikan jembatan tetap mempertahankan ciri khasnya. Jembatan ini juga menjadi saksi sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, mencakup masa-masa politik yang bersejarah. Pada tahun 1987, jembatan ini mengalami renovasi besar di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Konsep Jembatan Ampera
Konsep pembangunan jembatan yang menghubungkan Seberang Ilir dan Seberang Ulu sudah muncul sejak zaman Belanda, yaitu pada tahun 1906 saat Gemeente berkuasa, dan kemudian diangkat kembali pada tahun 1924 saat Cocq De Ville memimpin Palembang. Meskipun telah dilakukan upaya besar-besaran, gagasan tersebut tidak pernah diwujudkan, bahkan setelah Belanda meninggalkan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pemimpin di Palembang bersatu hati untuk mewujudkan pembangunan jembatan di atas Sungai Musi. Tokoh-tokoh seperti Harun Sohar, H.A. Bastari, M. Ali Amin, dan Indra Jaya diangkat sebagai panitia pembangunan jembatan, yang diberi nama ‘Jembatan Musi’ mengacu pada Sungai Musi. Panitia tersebut menghubungi Presiden RI, Ir. Soekarno, dan mendapat dukungan penuh dari beliau. Setelah mendapatkan restu presiden dan dukungan dari berbagai elemen pemerintahan, pada tanggal 14 Desember 1961, kontrak pembangunan ditandatangani dengan perusahaan dan insinyur jembatan Jepang. Nilai kontrak saat itu diperkirakan mencapai USD 4.500.000,-, dengan kurs USD 1,- = Rp. 200,-.
Konstruksi Jembatan Ampera
Jembatan Ampera dibangun dengan menggunakan metode konstruksi cantilever (gantung) dan terletak di atas Sungai Musi yang membagi dua kota Palembang. Desain jembatan ini dikembangkan oleh Insinyur Surono, seorang insinyur Indonesia yang juga bertanggung jawab atas pembangunan Jembatan Ampera.
Penggunaan Konstruksi cantilever (gantung) pada bagian tengahnya. Bukan tanpa alasan, karena pada masa awal konstruksi, jembatan ini dirancang agar dapat diangkat. Tujuan utama dari kemampuan pengangkatan ini adalah untuk memungkinkan kapal-kapal berukuran besar melintas di bawahnya. Namun, saat ini, fitur pengangkatan tersebut sudah tidak diaktifkan karena proses mengangkat jembatan memakan waktu yang cukup lama dan juga karena jarangnya kapal besar yang melintas di Sungai Musi.
Meskipun kemampuan pengangkatan tidak lagi digunakan, konstruksi cantilever tetap menjadi bagian menarik dari desain Jembatan Ampera. Keunikan ini menambah nilai historis dan estetis jembatan, mencerminkan evolusi fungsionalnya dari masa ke masa. Meskipun tidak lagi berfungsi sesuai dengan tujuan awalnya, Jembatan Ampera tetap menjadi landmark yang menggambarkan sejarah dan karakter kota Palembang.
Proses konstruksi melibatkan penggunaan bahan-bahan konstruksi standar pada masanya, dan jembatan ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan transportasi di wilayah tersebut. Desain arsitekturalnya mencerminkan karakteristik budaya Palembang, dengan elemen-elemen yang menyerupai rumah panggung dan atap rumah adat khas daerah tersebut.
Keberadaannya Jembatan Ampera tidak hanya sebagai jalan penghubung fisik, tetapi juga sebagai penghubung antara masa lalu dan masa kini, serta sebagai penanda keberlanjutan dan kebanggaan akan warisan budaya. Jembatan Ampera bukan hanya struktur fisik, tetapi juga memiliki makna simbolis yang dalam bagi masyarakat Palembang.
Perlindungan Tiang Jembatan
Tiang pancang utama Jembatan Ampera telah diberi perlindungan sebagai respons terhadap insiden pada tahun 2017 di mana sebuah kapal menabrak salah satu bagian tiang. Selain berfungsi sebagai pelindung fisik dari dampak kapal, struktur pelindung yang disebut sebagai dingding juga memiliki peran ganda sebagai pemecah arus, membantu mengalihkan dan meredam tekanan air agar tidak langsung menghantam tiang jembatan.
Jembatan Ampera:
- Pembangunan Awal (1962):
- Jembatan Ampera dibangun pada tahun 1962 sebagai bagian dari program rehabilitasi ekonomi di Sumatra Selatan.
- Pembangunannya dilakukan oleh kontraktor Jepang, dan jembatan ini diberi nama “Jembatan Bung Karno” untuk menghormati Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
- Perubahan Nama menjadi Ampera (1965):
- Pada tahun 1965, setelah peristiwa G30S/PKI, nama jembatan diubah menjadi Jembatan Ampera, yang merupakan singkatan dari “Amanat Penderitaan Rakyat” untuk mencerminkan semangat perjuangan rakyat Palembang.
- Renovasi (1987):
- Jembatan Ampera mengalami renovasi pada tahun 1987 untuk meningkatkan struktur dan keamanannya.
- Renovasi (2018):
- Jembatan Ampera mengalami renovasi menjelang perhelatan Asian Games di Palembang, terutama pada warna.
Informasi Jembatan Ampera
- Ukuran dan Panjang:
- Panjang total jembatan ini mencapai sekitar 1.177 meter.
- Struktur jembatan terdiri dari empat pilar utama yang masing-masing tingginya sekitar 63 meter.
- Desain Arsitektur:
- Jembatan ini memiliki desain khas, dengan empat pilar tinggi dan dua jalan raya yang menghubungkan dua sisi Sungai Musi.
- Pilar-pilar tersebut dilengkapi dengan lampu-lampu yang menerangi jembatan pada malam hari, memberikan pemandangan yang indah.
- Fungsi dan Transportasi:
- Jembatan Ampera berfungsi sebagai penghubung vital antara Palembang Utara dan Palembang Selatan.
- Digunakan untuk transportasi jalan raya dan pejalan kaki.