Palembang, sebagai kota yang kaya akan sejarah dan budaya, menyimpan sebuah warisan religi yang tak terlupakan, yaitu Masjid Kiai Muara Ogan. Masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga saksi bisu perjalanan panjang Kiai Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud alias Kiai Marogan, seorang ulama dan pengusaha sukses pada masanya.
Masjid ini tak hanya menjadi tempat ibadah, melainkan juga sebuah simbol perjuangan dan ketahanan. Dalam sejarahnya, Masjid Kiai Muara Ogan bermula dari gagasan dan usaha keras Kiai Marogan. Pada tahun 1871 M, masjid ini berdiri megah di pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan. Arsitektur bangunannya mirip dengan Masjid Agung Palembang, menunjukkan keagungan dan keindahan arsitektur yang telah melewati berabad-abad.
Dahulu, masjid ini digunakan sebagai tempat sholat dan tempat belajar agama bagi masyarakat sekitar kampung Karang Berahi Kertapati. Kiai Marogan, sebagai ulama yang dihormati, memiliki banyak murid, termasuk di antaranya Kiai Delamat yang mendirikan masjid Al-Mahmudiyah di Palembang. Pada tanggal 6 Syawal 1310 H (23 April 1893 M), Masjid Kiai Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul Palembang diwakafkan bersama oleh Kiai Marogan, mengukuhkan peran masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Masjid ini mungkin juga menjadi salah satu masjid Jami’, meskipun catatan sejarah pastinya tidak dapat ditemukan. Beberapa dugaan muncul mengenai kapan sholat Jumat pertama kali dilaksanakan di masjid ini, tetapi yang pasti, hingga sekarang masjid ini masih menjadi tempat ibadah dan kegiatan keagamaan lainnya.
Kisah perjuangan masjid tidak hanya berhenti pada aspek keagamaan. Pada tahun 1911, tanah masjid menjadi saksi bisu perluasan stasiun kereta api oleh Perusahaan Kareta Api ZSS milik Pemerintah Hindia Belanda. Tanah seluas 12.586 meter persegi diambil, namun masjid, tiga sekolah, makam Kiai Muara Ogan dan zuriatnya, serta beberapa rumah zuriat tetap berdiri kokoh.
Pada masa pendudukan Jepang, Sungai Musi di depan masjid digali untuk mengambil batu bara, menyebabkan tanah di pinggiran sungai mengalami erosi. Sejak tahun 1943 hingga 1980, tanah di depan masjid menyusut drastis akibat hempasan sungai dan hujan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dibentuklah Yayasan Masjid Kiai Muara Ogan pada tahun 1969.
Perjuangan untuk menjaga tanah masjid tidak berhenti di situ. Pada tahun 1980, Presiden Soeharto memberikan bantuan sebesar Rp 10 juta untuk mengatasi tanah longsor. Dengan bantuan tersebut, bahaya longsor dapat ditekan, dan masjid tetap menjadi tempat ibadah yang aman dan nyaman.
Renovasi masjid tidak hanya terfokus pada aspek struktural, tetapi juga pada aspek estetika. Pada tahun 1950, masjid mengalami renovasi dengan mengganti Kubah bulat menjadi Mustaka atau Limas teratas. Renovasi besar-besaran kembali dilakukan pada tahun 1989, melibatkan peningkatan plafon, penggantian kubah bulat dengan Mustaka Limas, perluasan bagian depan, dan penggantian lantai dengan keramik. Renovasi ini menelan biaya sekitar Rp 325 juta, yang diprakarsai oleh pengusaha kayu Palembang, Bapak Kemas Haji Abdul Halim bin Kemas Haji Ali.
Hingga saat ini, Masjid Kiai Muara Ogan tetap menjadi pusat kegiatan keagamaan. Meskipun mengalami beberapa kali renovasi, masjid ini belum lagi menjalani pemugaran. Namun, tantangan baru muncul dalam bentuk kebocoran plafon utama masjid. Pengurus masjid, dengan persetujuan zuriat Kiai Muara Ogan, telah mengajukan permohonan kepada Bapak Kemas Haji Abdul Halim Ali untuk membiayai renovasi plafon tersebut.
Sejarah dan perjuangan Masjid Kiai Muara Ogan juga tercermin dalam struktur organisasinya. Yayasan Masjid Kiai Muara Ogan, yang dibentuk pada tahun 1969, kini dikepalai oleh pengurus baru setelah para pendiri asli meninggal dunia. Dengan susunan pengurus yang diperbaharui pada tahun 2005, yayasan ini terus berperan dalam menjaga dan mengelola masjid.
Bagi yang ingin mengunjungi Masjid Kiai Marogan, bus kota jurusan Kertapati dapat menjadi pilihan transportasi. Alternatif lain adalah menyeberang Sungai Musi menggunakan perahu getek dari dermaga Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, sambil menikmati keindahan sungai yang telah menjadi saksi sejarah panjang Masjid Kiai Muara Ogan.
Lihat Peta: https://maps.app.goo.gl/DYaTQqFrk4oSGbzK9