Cut Nyak Dien adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang memimpin perlawanan sengit melawan penjajah Belanda selama periode Perang Aceh. Ia dilahirkan pada 12 Mei 1848 di Lampadang, Aceh Besar, Sumatra, dan tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi semangat patriotisme. Ayahnya, Teuku Nanta Setia, adalah seorang uleebalang VI Mukim, dan mereka berasal dari keturunan Datuk Makhudum Sati, seorang perantau dari Minangkabau.
Sejak usia muda, Cut Nyak Dien sudah menunjukkan keberanian dan keteguhan hati. Pendidikan agama Islam dan adat istiadat Aceh menjadi landasan kuat bagi perjalanan hidupnya. Pada tahun 1862, ia menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga, seorang pejuang yang memainkan peran besar dalam perlawanan Aceh terhadap Belanda. Pernikahan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Cut Gambang.
Perjuangan Cut Nyak Dien mencapai puncak pada tahun 1873 ketika Belanda melancarkan serangan besar-besaran ke Aceh. Suaminya, Teuku Ibrahim Lamnga, gugur dalam pertempuran, tetapi Cut Nyak Dien yang pada saat itu berusia 25 tahun, bersumpah untuk meneruskan perjuangan suaminya.
Dengan tekad bulat, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang pejuang yang juga terkenal karena keberaniannya dalam melawan Belanda. Bersama Teuku Umar, Cut Nyak Dien memimpin perlawanan Aceh dengan semangat juang yang tinggi.
Pada tahun 1893, tragedi kembali menghampiri Cut Nyak Dien ketika Teuku Umar gugur dalam pertempuran. Meskipun penuh duka, Cut Nyak Dien tidak patah semangat. Pada usia 45 tahun, ia kembali bersumpah untuk melanjutkan perjuangan suaminya.
Selama lebih dari 25 tahun, Cut Nyak Dien memimpin perlawanan Aceh melawan penjajah Belanda. Ia mengarahkan pasukannya dari satu medan pertempuran ke medan pertempuran lainnya, menunjukkan kepemimpinan yang tegas dan disiplin. Keberaniannya terlihat dari ketidaklengahannya menghadapi Belanda yang memiliki persenjataan lebih modern.
Namun, takdir berkata lain pada tahun 1905 ketika Cut Nyak Dien akhirnya ditangkap oleh Belanda. Ia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, namun semangat perjuangannya tetap berkobar. Sayangnya, pahlawan ini meninggal dunia pada tanggal 6 November 1908 di Sumedang.
Keberanian dan kegigihan Cut Nyak Dien tercermin dalam sumpahnya untuk melanjutkan perjuangan suaminya setiap kali suaminya gugur dalam pertempuran. Ia bukan hanya seorang pejuang yang tangguh, tetapi juga inspirasi bagi rakyat Aceh dan seluruh Indonesia. Kepemimpinannya yang tegas dan semangatnya dalam mempertahankan kemerdekaan membuatnya diakui sebagai salah satu pahlawan nasional yang membanggakan.