Indonesia Dihadapkan pada Tantangan Keamanan Siber yang Semakin Gencar

Di era perkembangan teknologi yang pesat, Indonesia kini menghadapi tantangan besar terkait keamanan siber. Data menunjukkan bahwa serangan siber tidak hanya menimpa korporasi besar, tetapi juga lembaga pemerintah, menandakan kompleksitas dan intensitas yang semakin meningkat.

Ardi Sutedja, Ketua Indonesia Cyber Security Forum, menekankan perlunya penegakan hukum yang kuat sebagai langkah krusial untuk menangani aksi peretasan dan pencurian data. Ardi menyatakan bahwa pertahanan sistem IT yang canggih saja tidak cukup; dukungan penuh pemerintah dalam penegakan hukum menjadi faktor penting.

Salah satu kasus peretasan yang mencuri perhatian adalah serangan pada situs kementerian negara pada November 2023, di mana data sensitif dijual secara bebas di internet. Tidak hanya itu, bahkan dalam konteks Pemilihan Presiden 2024, akun media sosial pasangan calon juga menjadi sasaran peretasan.

Ardi mencatat bahwa respons terhadap kejadian semacam ini seringkali terlambat, dan bahwa perlu adanya pendekatan yang lebih proaktif. “Kita membutuhkan respons yang lebih proaktif, bukan hanya menunggu ‘kerusakan fatal’ terjadi,” tambahnya.

Baca juga:  Microsoft Capai Nilai Pasar USD3 Triliun, Namun Hadapi Pemutusan Hubungan Kerja

Pentingnya kesadaran akan keamanan siber juga menjadi sorotan. Meskipun demikian, Ardi menyoroti bahwa kesadaran ini masih terbatas, bahkan di kalangan calon presiden. Kejahatan siber, yang telah menjadi ancaman berkelanjutan, semakin meningkat seiring dengan penggunaan sistem IT yang meluas.

Ardi tidak hanya menyerukan kepada pemerintah dan lembaga terkait, tetapi juga kepada pelaku usaha untuk mempersiapkan diri menghadapi ancaman siber. “Semua pihak harus memahami implikasi hukum dari keamanan siber,” tegasnya.

Serangan siber juga tidak memandang instansi, mencakup lembaga pemerintah, korporasi besar seperti Bank Indonesia dan Pertamina, serta sejumlah bank lainnya. Bahkan, ancaman serangan siber juga melibatkan tingkat internasional, seperti serangan terhadap 500 website militer Rusia yang menyebabkan lumpuhnya sistem.

Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa kejahatan siber semakin marak di Indonesia, dengan lebih dari 5 ribu kasus terjadi sepanjang 2021. Meskipun demikian, indeks keamanan siber Indonesia masih rendah, menempatkannya di peringkat ke-3 terendah di antara negara-negara G20.

Ardi menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa pemerintah dan semua stakeholder harus mengambil tindakan serius dalam perlindungan dan penegakan hukum terhadap kejahatan siber. “Jangan biarkan korban peretasan menjadi satu-satunya pihak yang berupaya meningkatkan keamanan IT tanpa dukungan penegakan hukum yang kuat,” pungkasnya.

Baca juga:  Tim Hukum Ganjar-Mahfud Temui Bawaslu, Minta Pengawasan Pemilu 2024 Lebih Proaktif

Rekomendasi untuk Anda

Advertisement

Terkait

Terbaru